#P4 - Diskusi & Debat

Seorang teman, katakan saja begitu. Datang ke kos-kosan tempatku tinggal. Iya, Aku pria berumur 30 tahun yang hidup sendiri dan tinggal di kos.

Temanku satu tahun lebih dulu lahir dariku, lama tak jumpa karena dia lama tinggal di Mesir dalam proses menyelesaikan S2 nya di Al-Azhar, Mesir. Entah mengapa dia ingin berkunjung ke tempatku. Inginku menolak, tapi tak sanggup, karena Aku sendiri menginginkan ilmu yang dia peroleh dari Negeri Piramida tersebut. Kebetulan juga, Aku suka sekali menanyakan segala sesuatu yang sering membuatku ragu, akhirnya membuatku sulit tidur.

Dia sampai di tempatku, wajahnya masih sama, gaya bicaranya juga masih sama, ceria, seolah penuh energi dan semangat membara.

Singkat cerita, Aku langsung membuat satu kalimat pembuka untuk memulai diskusi.

"Mas, Aku pernah dalam posisi 2 bulan tidak beragama Mas. Aku merasa tidak sanggup memilih, mana sebenarnya Agama yang paling benar menurut Tuhan. Tapi sekarang Aku sudah memilih Islam, Sih."

"Wuih, mirip Imam Bukhari Kamu, Hin! Suangar (Menakjubkan dalam logat Surabaya) Kamu, Hin." Dia menjawab dengan penuh semangat.

Dari kalimat pembuka itu, Aku sambung lagi dengan kalimat seperti ini, "Aku ingin menanyakan sesuatu Mas, ya. Ini benar-benar bertanya, bukan dalam rangka memojokkan ataupun merendahkan. Ini benar-benar sesuatu yang ada di otakku dari olahan banyak informasi yang telah Aku dapat. Bisakah sampean (Kamu dalam logat Surabaya) menjawab beberapa pertanyaanku tanpa ada satu perasaan, 'Ah, Mahin ini mengujiku, Ah, Mahin ini main-main, dan Ah lainnya'?."

Dia menjawab,"Iya, Hin. Tidak masalah, Aku sering diskusi seperti ini dengan teman-temanku."

Mulailah kita berdiskusi dengan sangat menarik, Aku merasa senang dengan setiap jawaban dan respon temanku. Kita membahas materi yang cukup dalam dan sangat-sangat sensitif untuk dibahas di luar. Jawabannya jujur dan tidak keluar dari esensi, meskipun terkesan tetap menjaga prinsip pribadinya.

Sampai pada satu diskusi yang cukup panas, kita membahas tentang konsep manfaat. Konsep manfaat dalam prinsipku adalah jika sesuatu tersebut memberi dampak baik bagi diri sendiri dan lingkungan, tidak ada satu proses menyakiti, merusak, menindas, dan segala hal yang merugikan. Baik merugikan diri sendiri dan lingkungan.

Dia memberikan satu pertanyaan kepadaku, "Pelacur itu memberikan nilai manfaat lho! Bagaimana menurutmu?".

Aku dengan tegas menjawab, "Tidak bisa, jelas dalam prosesnya ada yang tersakiti. Jika pihak penyewa memiliki keluarga, dia mutlak menghianati keluarga. Hal itu menyakiti hati keluarga dia."

Dia menyangkal, "Lho, jelas memberikan manfaat banyak, bagi pihak pelacur, dia mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya. Pihak penyewa mendapatkan kepuasan biologis. Jika pihak penyewa menyembunyikan setiap perbuatannya, jelas itu akan baik-baik saja dan memberikan banyak manfaat, bukan?"

Aku tetap tidak setuju dengan konsep tersebut dan menjawab,

"Tidak bisa, Mas. Namun kalau sampean sepakat dengan konsep manfaat yang seperti itu, ya silahkan. Aku pribadi tidak sepakat. Kecuali, jika kasusnya seperti ini, Aku sepakat bahwa pelacur itu boleh dan membawa manfaat.

Misalkan pihak penyewa adalah cowok. Si cowok memiliki kekurangan, entah itu fisik, atau memang dia sulit mendapatkan cewek untuk dinikahi. Dia sudah melukan banyak cara sah dan dia masih saja belum berhasil untuk mendapatkan cewek yang mau dinikahi. Dia menghindari tidak pemerkosaan, satu-satunya cara adalah membeli.

Kenapa Aku bilang ini boleh, karena ketika kebutuhan biologis seseorang tidak terpenuhi sangat lama, dengan kasus yang berbeda-beda setiap orang, bagi mereka yang tidak sanggup menahan hanya dengan onani, itu akan sangat bahaya bagi kesehatan mentalnya. Bisa-bisa dia bunuh diri.

Nah, kalau kasusnya seperti ini, Aku setuju prostitusi itu dibolehkan.

Masalahnya, kebanyakan dari kita belum bisa jujur dengan diri sendiri, seandainya peraturan seperti ini diadakan, Aku yakin banyak konsumen yang mengaku-ngaku tidak kuat untuk tidak membeli, dan itu akan dijadikan alasan bagi mereka. Bahkan mungkin mereka yang tidak bisa jujur dengan diri sendiri akan membohongi aturan bahwa mereka belum menikah atau tidak ada wanita yang mau dengannya."

Temanku menjawab, "Manfaat yang kamu maksud akan menjadi bahaya, semua hal akan menjadi rancu kebolehan dan ketidak bolehannya. Semua itu harus ada batasannya. Batasannya adalah Agama, Hin."

Cukup lama kita berdiskusi tentang definisi manfaat yang ideal. Namun pada akhirnya kita sepakat untuk tidak sepakat. Artinya kita berada pada prinsip kita masing-masing. Pada hari itu dia pulang dan diskusi selesai.

Pada hari lainnya, dia datang lagi ke tempat kosku. Dia ingin mencari teman bicara, meskipun seharusnya Aku yang mencari teman bicara karena hidupku hampir selalu sendirian. Punya pacarpun Aku tak tahu bagaimana berbicara dengan baik secara kontinu.

Kita berdikusi tentang apa itu diskusi dan debat.

Aku bilang bahwa setiap percakapan yang ada nilai positifnya adalah diskusi dan itu proses dua arah. Saring bertukar pemikiran. Aku menganalogikan dengan dua gelas yang kosong dan saling mengisi.

Jadi, menurutku, dalam diskusi merupakan proses saling mengisi, menambah informasi, dan masalah mana yang diambil dan mana yang dibuang adalah keputusan masing-masing setelah diskusi selesai. Proses itu tanpa ada sama sekali menyerang personal pihak lain.

Sedangkan bagi temanku, diskusi adalah ketika dua gelas sudah sama penuh, dan kita bertukar isi.

Perbedaan memang indah, jika kita mampu mengemasnya dan mengetahui setiap esensi dari setiap masalahnya.

Surabaya, Minggu, 26 April 2020.

Komentar