#P3 - Sendiri, Merasa Sendiri, Atau Benar - Benar Sendiri ?

Saat ini jari-jariku menari di atas keyboard laptop. Aku berbaring di atas kasur usang, menggunakan sarung, tanpa baju, dan berkaca mata. Kipas angin menyala, lampu penerang aquascape menyala, dan di luar sedang hujan syahdu. Aku membawa alam bawah sadarku dan seluruh inderaku untuk sepenuhnya sadar, apakah Aku sendiri ?

Sering Aku senyum sendiri saat membawa semua kesadaranku utuh. Terasa bahwa dadaku lepas dan lega. Seolah terdapat tenaga yang tidak seperti biasanya, penuh semangat, dan bergairah. Hanya sesuai kebutuhan saja, mau diarahkan kemana semangatku yang menggebu-nggebu tersebut.

Seperti sekarang, Aku berfikir bahwa Aku sekarang seperti tokoh utama dalam sebuah film layar lebar yang entah siapa sutradaranya, skenarionya, dan penulis nahkahnya. Tokoh utama yang hanya sendiri dan tidak ada seorang-pun yang peduli. Atau hanya Aku yang menyendiri dengan keinginanku sendiri? Atau Aku yang menghindari orang lain? Atau Aku memang dalam naskah tersebut memang ditulis untuk sendiri? Aku tak tahu.

Aku menulis ceritaku sendiri yang Aku tak tahu cerita hidupku ini siapa penulisnya. Tuhan? Mungkin.

Aku memesan makan, Aku makan, Aku menonton film, dan ke kamar mandi, Aku tidak tahu, Aku benci dengan rutinitasku tersebut.

Aku selalu berusaha memahami apa sebenarnya tugasku di Bumi ini. Membantu mereka yang perlu dibantu sampai Aku mati? Atau hanya menyenangkan mereka yang butuh disemangati kemudian pergi? Atau sebenarnnya hanya sebagai tokoh sampingan dalam skenario yang lebih besar?

Aku sering memikirkan orang lain dan Aku berfikir, apakah mereka memikirkanku seperti halnya Aku memikirkan mereka?

Aku tidak tahu.

Dunia membuatku bosan, mulai dari uang, wanita, teman, sahabat, orang tua, guru, semuanya bikin muak.

Apakah harapanku yang terlalu tinggi? Atau manusia memang seperti itu? Merasa sedih saat sesuatu menghilang, merasa bahagia ketika kehilangan itu terobati, merasa sedih lagi ketika obat itu pergi, apa selalu berputar-putar seperti itu?

Orang berbicara tentang iman dan taqwa dari sudut agama dan keyakinan yang mereka pilih, semua hanya untuk mengobati rasa kesepian mereka. Bahwa Tuhan selalu bersama mereka. Bahwa kelak akan diberikan penghiburan yang tiada tara. Bahwa kesendirian dalam kematian akan mendapatkan teman bicara. Bahwa dalam kematian mereka selalu dalam kiriman doa.

Manusia sosok yang super egois. Melakukan sesuatu ingin mendapatkan sesuatu. Itu masih lebih mulia. Ada lagi, tidak melakukan sesuatu tapi mengharapkan mendapatkan sesuatu. Bahkan sesuatu tersebut lebih besar dari pada yang tidak seharusnya didapatkannya. Tamak.

Aku sendiri benci menjadi manusia dengan segala kompleksitas permasalahan hidupnya. Aku benci kenapa Aku membutuhkan wanita untuk mengatasi kesepianku. Aku benci harus ada aturan tentang menjalin hubungan harus sah. Aku benci berada dalam aturan yang tidak jelas pasti kebenarannya.

Aku memikirkan seseorang, berharap dia memikirkan Aku juga. Aku menganggap seseorang menjadi milikku dan berharap dia menggapku demikian. Aku menganggap spesial seseorang dan Aku berharap dia menganggapku spesial juga.

Faktanya, Aku tak pernah tahu kebenaran itu semua. Dalam prosesnya, Aku lebih senang melihat wajah hewan dari pada wajah manusia. Ketika mengingat kesanggupan mereka mengosongkan nilai tulus dari orang lain terhadapnya. Aku lebih senang melihat hijaunya tumbuhan dari pada melihat tingkah dan laku manusia. Ketika sering nampak kesombongan, ego, tiada bentuk empati, kejam, dan serakahnya manusia.

Aku mencoba selalu mengingat, dimana momenku saat Aku menyakiti seseorang dari dalam hati mereka. Aku selalu mencoba mengingatnya. Aku mudah sekali sakit hati karena hilangnya rasa percayaku terhadap manusia. Aku sangat membenci manusia, bahkan dia yang sekarang Aku cintai, Aku belum bisa tahu apakah dia benar-benar mencintaiku seperti halnya Aku mencintai dia. Aku tidak tahu. Aku belum bisa percaya sepenuhnya terhadap manusia.

Aku sering waspada agar tidak ada lagi sayatan di hatiku. Aku selalu waspada akan hal itu. Aku benci mengakui hal ini, namun Aku memang lemah dalam urusan hati.

Aku sepertinya belum siap untuk menjalin suatu hubungan tanpa harus menyakiti diriku sendiri. Karena Aku sadar, ketika Aku mencintai seseorang, saat itulah luka-luka akan terus tumbuh dalam hatiku. Hampir tidak mungkin Aku tak mendapatkan luka dari harapan-harapan yang Aku munculkan sendiri.

Hei Kau yang berperan sebagai sutradara di film tunggalku ini, kemana akhir ceritaku sebelum Aku mati? Akankah Aku mati sendirian dan membusuk dalam kekosongan kenangan? Ataukah kematianku ditemani seseorang yang benar-benar mengerti arti cinta dan kebahagiaanku sekaligus kebahagiaannya?

Aku tunggu akhir ceritamu! Omong-omong, Kau berperan sebagai sutradara dan merangkap penulis skenario, perancang tata busana, dan tempatnya kah? Atau ada pemerannya masing-masing?

Surabaya, Minggu, 12 April 2020

Komentar