#P1 - Seandainya Aku Mati Siapa Saja Yang Menangis Karena Merasa Kehilangan Aku?

Aku pernah berfikir bahwa Aku adalah orang yang banyak diperhatikan oleh orang lain. Entah itu temann, keluaga, orang yang sedang tidak sengaja lewat berpapasan denganku. Siapapun orang tersebut yang melihatku pasti memperhatikanku. 

Aku masih ingat saat dulu Aku masih berumur 5 tahunan. Saat itu Aku suka dengan seorang wanita yang saat itu Aku anggap cantik, benar-benar cantik memang, putih, lemah lembut, dan gak banyak bicara. Hanya karena ingin mendapat perhatiannya, batuk saja Aku buat-buat, agar dia melihatku. Meskipun memang saat itu Aku sedang batuk beneran. Kalau ingat momen itu, rasanya malu. Ternyata hal tersebut tidak membuatku diperhatikan orang di sekitarku.

Saat SD, juga begitu. Aku ingin sekali mendapat perhatian salah seorang teman sekelas yang cantik dan pintar, meskipun ada satu hal saat itu yang membuatku ill feel banget, giginya kuning, seperti jarang sikat gigi. Padahal gigiku saat itu ada yang hitam. Haha

Momen itu jam pelajaran olahraga,  Aku dan teman-teman ke lapangan dan bermain Voli. Hanya ingin mendapatkan perhatian dia saja, saat mau melakukan pukulan serve saja, Aku bener-bener membuat posisi yang sesempurna mungkin, meskipun itu sempurna versiku sendiri. Namun, dengan usaha tersebut, sama saja, tidak ada perhatian lebih juga ternyata.

Saat SMA, Aku pernah menyukai teman sekelas juga. Dia lucu, manis, dan asik kalau diajak mengobrol. Hanya karena ingin mendapat perhatian dia dan karena Aku sangat malu untuk langsung bilang agar mendapatkan responnya, Aku kirim pesan tanpa memberi tahu itu nomer siapa. Ya jelaslah, dia malah ill feel banget saat bales chat ku. Akhirnya sia-sia dan semua itu sia-sia saja.

Lalu, saat kuliah, bisa dikatakan Aku mendapatkan perhatian banyak orang sih saat itu. Mungkin karena Aku melakukannya dengan berfikir kali ya. Tidak asal melakukan sesuatu yang nggak jelas maksud dan tujuannya. Batuklah, pasang pose serve yang sok sempurna lah, atau kirim chat tanpa nama.

Awal masuk kuliah, Aku berjanji untuk menjadi anak yang "berani", dalam artian melakukan sesuatu dan berani bertanggung jawab atas semua konsekwensinya. 

Saat ospek, Aku tidak melakukan perintah panitia untuk potong rambut cepak. Lalu datang terlambat. Kemudian juga berani melawan panitia yang ada saat itu. Bukan dalam hal fisik sih, lebih tepatnya adu argumen. Dan itu berhasil membuat panitia jengkel banget sama Aku.

Not bad, awalan yang bagus saat masuk kuliah. Aku mendapat cukup perhatian dari panitia ospek.

Lalu, selanjutnya, untuk mendapatkan perhatian lebih lagi, saat acara kuliah umum oleh salah satu dosen FMIPA, Aku mendapat kesempatan diberi pertanyaan oleh dosen tersebut. Aku ditanya olehnya apa cita-citaku? Aku jawab, menjadi pemilik universitas, Pak. Banyak yang tertawa saat itu, yah jelas, mereka pasti berfikir bahwa Aku nggak akan sanggup mewujudkan cita-cita itu. Paling tidak, Aku berhasil mendapatkan perhatian semua orang dalam ruangan tersebut.

Lalu...

Sekarang Aku sendiri dalam kamar kos yang berukuran 4 m x 3 m. Sendiri dan merasa lelah untuk mencari perhatian dari orang lain yang ada di sekitarku. Kegiatanku hanya bermain laptop, belajar editing video, membuka sosial media, share sesuatu yang membuatku tersenyum, tersentuh, atau sesuatu yang menarik. Itupun Aku sudah sedikit sekali untuk peduli, apakah Aku mendapatkan notifikasi di dalam sosial mediaku atau tidak sama sekali. Sudah sampai pada titik, AKU TIDAK PEDULI. Aku share semua hal itu hanya karena tiga hal yang sudah Aku sebutkan.

Untuk mendapatkan perhatian dari orang lain secara langsung, Aku sudah merasa lelah. Tak bisa Aku pungkiri, Aku ingin sekali di notice sama mereka yang Aku sayangi atau Aku cintai. Tapi sekarang, saat ini, saat Aku menulis ini, Aku sudah merasa lelah mencari perhatian mereka. Memang pada dasarnya manusia sendiri, Aku sering lupa akan hal itu. 

Bisa dikatakan Aku melupakan hal itu karena Aku merasa memiliki seseorang, sedangkan tidak ada satupun manusia yang bisa dimiliki oleh orang lain, walau budak sekalipun. Tubuhnya seolah milik tuannya, namun jiwa, hati, dan pikirannya mutlak miliknya sendiri.

Aku memang masih butuh untuk berkomunikasi dengan seseorang, butuh untuk bertukar pendapat dengan seseorang, butuh untuk diakui oleh seseorang, meskipun itu hanya satu orang. Aku sesekali buka sosial media dan bertukar sapa dengan teman, entah itu hanya basa-basi atau hanya memberi like dan retweet saja. Sesekali komen pada akun-akun kucing di instagram dan twitter. Semua itu Aku lakukan karena Aku kesepian. Serasa sesak dalam dada, iya beneran, sesak beneran, bukan buat-buat. 

Bahkan, saat inipun, meskipun Aku memiliki komitmen terhadap seseorang, Aku sudah merasa lelah mengharap perhatiannya. Entah itu Aku yang terlalu berlebihan atau memang dia yang cuek terhadapku. 

Aku hanya berfikir saja, ketika Aku mati, apakah ada yang merasa kehilangan? Atau hanya berupa kabar saja, setelah itu tiada lagi mereka mengharap kehadiranku di sekitar mereka barang sesaat saja?

Aku berfikir bahwa, tidak akan ada yang peduli dengan kehadiranku. Seandainya ada, mereka ingin mengambil manfaat dariku, entah itu dalam bentuk materi atau hal lain yang menguntungkan bagi mereka. 

Kali ini Aku akan mencoba untuk tidak memikirkan apapun, bahwa apapun itu adalah milikku. Aku tidak boleh menganggap apapun yang ada di sekitarku akan memperhatikanku. Aku tidak boleh menganggap bahwa mereka yang seolah mencintaiku, memang benar-benar mennncintaiku. Jika Aku menganggap itu semua, dadaku terasa sesak berhari-hari, mood ku kacau berhari-hari.

Masa bodoh dengan semua yang ada di sekitarku, saat mereka baik, Aku akan mencoba bersikap sebaik dan semampu yang Aku bisa, namun tidak boleh menganggap mereka baik dengan sebenar-benarnya, jika memang belum sesuai tolak ukur yang sebenarnya (sesuai tolak ukurku).

Kau berhak bebas dari apapun, wahai diriku.

Surabaya, Senin, 6 April 2020. Pukul 23 : 23 WIB.


Komentar